Puisi Jaman Wolak-Walik Karya Putri bungsu Gus Dur Inayah Wulandari Wahid
Wolak - Walik
Ini jaman wolak-walik, ini wolak-walik jaman,
Yang benar jadi salah, yang salah jadi acuan
yang korupsi jadi prestasi, ngaku sana sini kalau dijolimi,
Jual beli proyek dianggap lumrah,
ini perang dengan kafir, katanya wajib dijarah,
gak peduli yang melakukan wakil rakyat, yang ngakunya amanah atau fatonah.
Yang belani rakyat, dikebiri, diracun dibunuhi,
Boro-boro pelakunya diadili, kalau perlu ditutup rapi.
Ini jaman wolak walik, balikin nih bolak jaman,
Adegan cinta, itu maksiat, merusak moral bangsa, gak bagus.
Adegan kekerasan, ohh gak papa-papa,
apalagi kalau sambil teriak Allahuakbar menunjukkan siapa yang berkuasa.
Kalau perlu ditambahi special efek, kibas-kibas pedang dan bendera segala,
supaya jamanya makin kuat dan nyata.
Orang berdoa, ya diganggu saja, terutama kalau Tuhannya gak sama dengan saya.
Ini jaman wolak walik, jaman ini walik wolak.
Yang rekaan dianggap pahlawan, yang nyata dilupakan
Yang dianggap jagoan, yang bisa terbang, kebal senjata, asli buatan Amerika,
munculnya di layar kaca, tapi dianggap selalu ada.
Itu katanya para penyelamat dunia.
Lha, kalau yang dipenjara, buat perjuangan, keadilan, persamaan hak asasi manusia,
jungkir balik belain manusia, ya goodbye aja,
ujung-ujungnya nanya, Nelson Mandela itu siapa ya?
Ini jaman wolak walik, wolak walik jaman ini.
Sejarah tak perlu diingat apalagi diajarkan,
yang penting asal saya punya kekuasaan
Rakyat tak perlu tahu jatidirinya, itu bukan urusan saya,
Yang penting saya kepilih di pemilu berikutnya,
Sampai lupa mana pemimpin yang berjasa, mana yang cari kuasa
Ujung-ujungnya, “Piye kabarmu le, enak jamanku to?”, jadi moto bersama.
Ini jaman wolak walik, wolak walik jaman ini
Manusia cuma barang dagangan, kemanusiaan yang bagus cuma untuk iklan.
Persaudaraan ya tetap dibela, asalkan sampean mau pakai cara saya.
Lalu, gimana dengan keadilan, kemanusiaan, perdamaian, kesetaraan,
yang sudah dibangun sama pemimpin negeri ini,
Itu lho, orang-orang macam, Sukarno, Hata, Gus Dur, Wahid Hasyim, atau Syahrir.
Sssttt. Orangnya udah pada mati, gak usah diomongin lagi.
Foto diri berbetaran di pinggir jalan. Inilah potret pemimpin masa depan,
aksi nyata dan visi, haahhh itu nomor sekian,
yang penting mukanya sedap dipandang, sokur-sokur jadi artis sudah pengalaman.
Ini jaman wolak walik, ini wolak walik jaman,
makanya, saya tulis puisi ini, supaya jangan lupa lagi,
siapa-siapa yang berbuat untuk rakyat, itu yang perlu diingat.
Siapa yang jahat, itu yang dibabat!
Nilai luhur kemanusiaan, jangan hilang dari dalam diri.
Bhinneka Tunggal Ika, betul-betul jadi moto negeri ini.
Lha, kalau besok sudah lupa lagi, ya baca puisi ini lagi.
Gitu aja kok repot.
Wolak - Walik
Ini jaman wolak-walik, ini wolak-walik jaman,
Yang benar jadi salah, yang salah jadi acuan
yang korupsi jadi prestasi, ngaku sana sini kalau dijolimi,
Jual beli proyek dianggap lumrah,
ini perang dengan kafir, katanya wajib dijarah,
gak peduli yang melakukan wakil rakyat, yang ngakunya amanah atau fatonah.
Yang belani rakyat, dikebiri, diracun dibunuhi,
Boro-boro pelakunya diadili, kalau perlu ditutup rapi.
Ini jaman wolak walik, balikin nih bolak jaman,
Adegan cinta, itu maksiat, merusak moral bangsa, gak bagus.
Adegan kekerasan, ohh gak papa-papa,
apalagi kalau sambil teriak Allahuakbar menunjukkan siapa yang berkuasa.
Kalau perlu ditambahi special efek, kibas-kibas pedang dan bendera segala,
supaya jamanya makin kuat dan nyata.
Orang berdoa, ya diganggu saja, terutama kalau Tuhannya gak sama dengan saya.
Ini jaman wolak walik, jaman ini walik wolak.
Yang rekaan dianggap pahlawan, yang nyata dilupakan
Yang dianggap jagoan, yang bisa terbang, kebal senjata, asli buatan Amerika,
munculnya di layar kaca, tapi dianggap selalu ada.
Itu katanya para penyelamat dunia.
Lha, kalau yang dipenjara, buat perjuangan, keadilan, persamaan hak asasi manusia,
jungkir balik belain manusia, ya goodbye aja,
ujung-ujungnya nanya, Nelson Mandela itu siapa ya?
Ini jaman wolak walik, wolak walik jaman ini.
Sejarah tak perlu diingat apalagi diajarkan,
yang penting asal saya punya kekuasaan
Rakyat tak perlu tahu jatidirinya, itu bukan urusan saya,
Yang penting saya kepilih di pemilu berikutnya,
Sampai lupa mana pemimpin yang berjasa, mana yang cari kuasa
Ujung-ujungnya, “Piye kabarmu le, enak jamanku to?”, jadi moto bersama.
Ini jaman wolak walik, wolak walik jaman ini
Manusia cuma barang dagangan, kemanusiaan yang bagus cuma untuk iklan.
Persaudaraan ya tetap dibela, asalkan sampean mau pakai cara saya.
Lalu, gimana dengan keadilan, kemanusiaan, perdamaian, kesetaraan,
yang sudah dibangun sama pemimpin negeri ini,
Itu lho, orang-orang macam, Sukarno, Hata, Gus Dur, Wahid Hasyim, atau Syahrir.
Sssttt. Orangnya udah pada mati, gak usah diomongin lagi.
Foto diri berbetaran di pinggir jalan. Inilah potret pemimpin masa depan,
aksi nyata dan visi, haahhh itu nomor sekian,
yang penting mukanya sedap dipandang, sokur-sokur jadi artis sudah pengalaman.
Ini jaman wolak walik, ini wolak walik jaman,
makanya, saya tulis puisi ini, supaya jangan lupa lagi,
siapa-siapa yang berbuat untuk rakyat, itu yang perlu diingat.
Siapa yang jahat, itu yang dibabat!
Nilai luhur kemanusiaan, jangan hilang dari dalam diri.
Bhinneka Tunggal Ika, betul-betul jadi moto negeri ini.
Lha, kalau besok sudah lupa lagi, ya baca puisi ini lagi.
Gitu aja kok repot.